Sabtu, 22 Desember 2012

Hotel Dibya Puri Semarang - Indah Namun Memprihatinkan

Tampak depan Hotel Dibya Puri

Hotel Dibya Puri yang dulunya bernama "Du Pavillon" ini terletak di Jalan Pemuda. Letak Hotel ini sangat stategis, berada di pusat kota Semarang. Maka tidak heran bahwa dulunya hotel ini sering disinggahi para pejabat untuk menginap saat ada dinas di kota Semarang. Hotel ini dulunya biasa digunakan oleh para bangsawan Belanda, juga pernah ditinggali oleh Bung Karno dan anaknya, juga Pak Harto. Pada masa pemerintahan Pak Harto pun diberikan mandat untuk semua PNS yang bertugas di Semarang diwajibkan menginap di hotel ini. Hotel ini sudah berdiri sejak kurang lebih tahun 1860, sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu bangunan kuno sebagai salah satu sejarah Indonesia.

Saya di sini akan memberitahukan apa saja yang saya ketahui dari Hotel Dibya Puri ini. Tadinya saya juga tidak begitu paham dengan keberadaan hotel ini, tetapi saat saya mendapat tugas membuat gambar existing Hotel Dibya Puri, maka saya pun menyurvei langsung ke hotel ini dan memperoleh beberapa data. Hotel ini dulunya memang berfungsi sebagai penginapan. Namun karena pengelolaan yang kurang, dan manajemen yang tidak bisa mencukupi untuk pengelolaannya, maka lama kelamaan hotel yang indah dan megah ini bangkrut. Kurang lebih sudah 4-5 tahun hotel ini mulai terbengkalai. Hotel ini meninggalkan 49 kamar, 2 kamar family, 6 kamar puri suite, 17 kamar moderate, 9 kamar standart, 5 kamar ekonomi AC, dan 10 kamar ekonomi non AC.

Memang sangat memprihatinkan keberadaan Hotel Dibya Puri saat ini. Saat saya menyurvei sekaligus mengukur bangunan gedung ini, saya menyadari bahwa betapa indah sesungguhnya hotel ini. Namun sekarang kita hanya bisa mendapati hotel yang telah rusak di sana sini. Jika kita memasuki bangunan utama di tengah kita akan mendapati sebuah "art" lukisan yang terbuat dari kawat berwarna yang membentuk lukisan pemandangan alam sungai, hewan dan manusia. Lalu kita juga akan melihat adanya cahaya dari atas, ini adalah atrium dari bangunan utama ini sendiri. Atrium ini berfungsi untuk mendapatkan cahaya alami ke dalam bangunan, konsep atrium ini memang sering didapati di bangunan kuno. Ada 2 tangga di kanan dan kiri. Tangga ini pun tidak kalah artistik, penutup handrailnya pun terbuat dari kayu yang diukir dengan sangat detail, ubinnya pun masih ubin lama kuno yang terdapat alat penjepit untuk karpet tangga. Coba bayanggkan jika semua itu masih berfungsi dengan baik masih bersih dan rapi, betapa indah dan megah. Ruang-ruang rapatnya pun bagus, juga menggunakan elemen kayu pada dinding. Menuju ke atas kita akan mendapati lampu di masing-masing tangga kanan dan kiri.

lukisan dari kawat berwarna

atrium bangunan utama

ukiran pada tangga dengan hiasan bohlam lampu sangat artistik

Objek foto bohlam lampu pada tangga

Kaca bermotif di ruang office depan

lampu gantung bulat untuk penerangan di selasar

Ruang meeting dan pertemuan

Di salah satu sudut saya gunakan sebagai objek foto

kuda kuda atap pun dari kayu berukiran, begitu mwaeh dan indah

contoh kamar

Banyak sekali detail-detail bangunan ini yang sangat indah dan artistik. Namun sayangnya memang bangunan Hotel Dibya Puri sekarang ini memang sudah tak layak huni. Banyak yang rubuh, lantai di lantai 2 pun sudah miring, kemungkinan karena konstruksinya melemah. Pada Bangunan lain pun tampak sangat memprihatinkan, terlihat atapnya pun sudah hilang. Konon katanya atap tersebut rubuh karena angin kencang. Saat saya mencoba memasuki beberapa ruang kamar pun suasananya sudah sangat lembab dan kotor.

Bangunan rubuh tanpa atap
Taman yang kini menjadi rimbunan ilalang tak beraturan

Setelah usai saya menyurvei dan mengukur bangunan Hotel Dibya Puri ini saya dan rekan saya pun berbincang-bincang dengan penjaga hotel. Sebelumnya kami juga telah ijin kepada beliau saat akan mensurvei dan mengukur bangunan hotel. Jauh dari kekaguman saya akan keindahan detail keindahan bangunannya, ternyata Hotel Dibya Puri ini konon katanya menyimpan sejuta cerita mistis. Bapak penjaga pun menceritakan detil-detil kemistisan itu. Menceritakan beberapa pengalaman penginap hotel. Ada yang terlempar keluar dari kamar, ada yang dikejar hantu, dll. Yah alhamdulillah selama saya dan teman saya menyurvei bangunan tidak terjadi hal-hal buruk. Tetapi memang beberapa kali kami merasa merinding saat melewati beberapa tempat. Saya pun sempat mendengar bunyi tapak sepatu seperti orang berjalan, padahal tak satupun orang lain selain kami. Yah tetapi saya tidak lalu merasa takut, maka saya teruskan menyurvei bangunan. Setelah berbincang dengan bapak penjaga ternyata di daerah yang saya dengar suara tapak kaki itu memang daerah yang paling rawan. Konon katanya di bangunan tersebut penunggunya suka sekali mengganggu. Tetapi sekali lagi saya ucap syukur alhamdulillah karena saya dan teman saya tidak mendapati hal buruk, alhandulillah lancar dan baik saja.

Terlepas dari pengalaman mistis saya tersebut, saya sangat mengharapkan bangunan Hotel Dibya Puri ini dapat dipugar dan dijadikan salah satu cagar budaya yang memang wajib untuk kita jaga. Setahu saya, memang pemerintah sepertinya akan mengadakan pemugaran tetapi entah kapan proses itu terlaksana. Karena menurut saya Hotel Dibya Puri ini merupakan salah satu aset kota Semarang yang memang perlu dipelihara dan dijaga dengan baik. Jika tidak segera dipugar, bangunan ini akan semakin rusak dan nantinya hanya akan menjadi sampah dan tidak bisa digunakan lagi. Semoga rencana baik pemerintah ini dapat benar-benar terlaksana dengan baik.

8 komentar:

  1. Tulisan yang sangat menarik.
    saya salah satu yang juga pernah mengangkat Hotel ini ketika kuliah arsitektur di Soegijapranata tahun 2000, waktu itu hotel masih buka dan suasana di dalamnya masih terawat.
    Walau sedikit sekali tamu yang menginap di weekday tapi masih ada kehidupan yang unik disana.
    Masih terasa susana jaman kolonial interiornya.
    Sayang sekali sudah tutup padahal saya berniat ajak keluarga untuk menginap disana libur lebaran nanti.

    Semoga pemerintahan khususnya daerah bisa kembali melestarikan bangunan konservasi ini yang merupakan 1 dari sekian banyak bangunan yang masih belum terjamah..

    Salam hangat

    Riyawan

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah membaca tulisan di blog saya ini..

    Memang sayang sekali sudah ditutup, ini dikarenakan sudah banyak sekali bangunan yang rusak cukup parah. Saya juga sangat berharap rencana konservasi beberapa bangunan kuno di Semarang dapat segera terealisasi, karena ini kelak akan menjadi pengingat sejarah yang ada di kota Semarang. Semoga dapat segera terlaksana.

    BalasHapus
  3. terima kasih sudah menuliskan tentang hotel ini. Saya sangat excited mendengar ada hotel kuno di semarang. Pertama-tama saya berharap-harap kalau hotel Dibyapuri ini kondisinya seperti hotel majapahit di surabaya, tetapi sangat disayangkan ternyata kondisinya sudah demikian ya. Semoga pemerintah semarang memberikan perhatian lebih bagi bangunan2 kuno yang telah jadi saksi sejarah umat manusia ini dan semoga suatu saat bisa dipugar seperti surabaya. saya pasti mau mampir kalau demikian. Bung Riyawan Nugroho mungkin bisa membagikan foto hotel ini saat masih beroperasi, sekedar penasaran hehehe

    BalasHapus
  4. thanks artikelnya.. saya ceritakan ke anak saya tentang hotel ini..

    BalasHapus
  5. Terima kasih. Senang ada yg meliput dan memberikan informasi berikut foto2.

    BalasHapus
  6. Sad news! I lived here in 1947 my father was temporary manager in service of the SeMadMy.

    BalasHapus
  7. Salam hangat, saya juga sedih sekali mendengar bahwa hotel ini sudah ditutup. Saya secara pribadi pernah punya pengalaman yang luar biasa dengan hotel ini yah walaupun hampir dri 60% lebih kepada cerita mistir namun karena kami menginap sekitar 15 orang jadi ada cerita lucu dibalik itu semua.

    Salam,

    BalasHapus
  8. Bahas juga hotel oewa asia dong

    BalasHapus